Pokok-pokok Filsafat Bagian kedua mengenai Asal-Mula Filsafat- Pekan II Asal-Mula Filsafat
4. Filsafat Melalui Demitologisasi Metafisis
Sesudah kita amati di Pekan I bahwa filsafat lahir dari mitos, kita kini harus mengakui bahwa mitos begitu saja bukanlah filsafat. Jalan yang mengarah dari mitos menuju ilmu, melalui sastra dan filsafat, justru sanggup disebut "demitologisasi". Istilah ini mengacu di proses pengambilan "mitos" (dalam pengertian modern sebagai "keyakinan yang keliru") keluar dari mitos--yaitu mempertanyakan keyakinan-keyakinan kita yang tak tertanyakan dengan harapan mengubahnya menjadi ungkapan kebenaran yang lebih andal. Jadi, sebagai misal, ketika saya menyarankan dalam kuliah yang kemudian bahwa kita semua harus mengakui "pohon filsafat" sebagai mitos untuk kuliah-kuliah ini, kita gotong royong tidak berfilsafat. Alih-alih, kita menyiapkan landasan untuk menanam pohon itu sendiri. Sesudah anda menyudahi matakuliah ini, saya harap anda masing-masing akan menyediakan waktu secara serius untuk bukan khusus mempertanyakan mitos, melainkan juga mempertanyakan analogi (puitis) bahwa "filsafat itu laksana pohon". Namun jikalau anda buru-buru mempertanyakan prakiraan ini di sini, akan anda dapati bahwa landasan benak anda terlalu payah untuk mendapatkan wawasan yang sanggup diilhamkan oleh mitos ini kedi kita.
Salah satu wawasan tersebut yaitu bahwa, menyerupai yang pohon ialah organik lengkap yang terdiri atas empat bab utama (akar, batang, cabang, daun), banyak juga, kalau bukan sebagian besar, ide filosofis yang diorganisasikan berdasarkan pola menyerupai itu. Kita sudah melihat beberapa pola tersebut di Pekan Pertama. Namun sebelum kita mengamati beberapa teladan bagaimana demitologisasi berjalan di Yunani kuno, saya akan menunjukkan beberapa pola lipat-empat menarik dan unik lainnya.
Pokok-pokok Filsafat Bagian kedua mengenai Asal-Mula Filsafat
Untuk membaca lebih lerngkap dan jelasnya silahkan unduh artikelnya dibawah ini :Pokok-pokok Filsafat Bagian kedua mengenai Asal-Mula Filsafat [DOWNLOAD]
Jika pola "mitos, sastra, filsafat, ilmu" diakui sebagai paparan perkembangan cara pikir insan di skala makrokosmik (yakni budaya manusia), maka kita ijan terkejut mendapati pola serupa yang berjalan di skala mikrokosmik (yakni individu manusia). Salah satu cara umum terpenting$pemaparan tahap-tahap perkembangan individu yaitu mengacu di "lahir, muda, dewasa, dan tua". melalui atau bersama ini mengkorelasikan masing-masing itu dengan tingkat kesadaran yang secara progresif lebih tinggi, muncullah pola yang tampak di Gambar II.1. menyerupai yang perkembangan dari lahir hingga muda bertepatan dengan pembangkitan benak bawah-sadar (unconscious) anak-anak, maka perkembangan dari muda hingga remaja pun memerlukan penajaman kesadaran (consciousness) secara bertahap, hingga timbul keinsafan khas akan diri sendiri. Adapun orang yang sadar-diri (self-conscious) yang perkembangannya tidak terselangi hasilnya masuk ke suatu tahap gres yang, dikarenakan ingin istilah yang lebih baik, sanggup kita sebut super-sadar (super-conscious). Kealiman para orang bau tanah diakui di semua masyarakat tradisional terutama bukan dikarenakan banyaknya tahun-tahun yang mereka alami, melainkan dikarenakan cara pikir gres yang terbuka bagi mereka; bila mereka mengambil laba darinya, mereka sanggup memandang implikasi yang lebih luas dari hal-hal di luar mereka sendiri.
lahir
super-sadar bawah-sadar
tua muda
sadar-diri sadar
dewasa
Kealiman mereka yang dihasilkan di "tahun-tahun keemasan" mereka itu mengandung banyak kemiripan dengan jalan hidup orang-orang yang dalam imajinasi kita hidup di suatu "masa keemasan" yang di nya banyak budaya menengok ke belakang (Lihat Kuliah 3). Sekalipun demikian, yang terakhir ini tidak bersesuaian dengan masa tua, tetapi dengan pengalaman bayi pralahir di rahim ibunya. Pemetaan kaitan-kaitan ini di suatu bundar menyiratkan dengan sempurna sifat melingkar perkembangan yang kita pertimbangkan di sini: kesupersadaran sanggup juga mencakup penangkapan kembali sesuatu yang hilang di ketika kelahiran seseorang--suatu gagasan yang dipertahankan oleh Plato menyerupai yang yang akan kita amati di Kuliah 5.
Setiap tahap ini sanggup juga berkorelasi dengan daya atau "fakultas" benak insani tertentu, menyerupai terlihat dalam Gambar II.2. Imajinasi ialah daya yang mengatur tahun-tahun pertama kehidupan kita, laksana mitos yang mengatur anutan orang-orang yang hidup di budaya primitif. menyerupai yang semua orang tahu, perubahan antara fantasi dan realitas tidak tidak sama dalam benak belum dewasa sejati. Namun di remaja, daya ini diambil alih oleh gelora jiwa (passion): dengan berubahnya raga di masa pubertas, benak pun mengubah cara mengadaptasi alam. Pujangga digerakkan oleh gelora jiwa untuk dengan kata-kata mengungkap sesuatu yang di masa kanak-kanak khusus ialah impian. Sebaliknya, para filsuf biasanya dikenal bukan dikarenakan gelora jiwa mereka. Ini dikarenakan daya yang cocok dengan budi-diri remaja yaitu daya pemahaman. Daya ini, bila berkembang sepenuhnya, beralih menjadi daya penimbangan. Tugas para ilmuwan yaitu melampaui sudut pandang mereka sendiri dengan tujuan menimbang-nimbang bagaimana alam di kenyataannya. Demikian juga, orang-orang yang betul-betul pantas disebut "tua" ialah mereka yang benaknya diatur terutama oleh daya penimbangan ini.
lahir
(mitos)
penimbangan imajinasi
tua muda
(ilmu) (sastra)
pemahaman gelora jiwa
dewasa
(filsafat)
melalui atau bersama ini memilih arah pengungkapan daya-daya ini, pemahaman kita menjadi lebih lengkap mengenai kesalingterkaitan antara ide-ide itu. Mitos menggunakan imajinasi untuk mengungkap keyakinan. Sastra menggunakan gelora jiwa untuk mengungkap keindahan. Filsafat memanfaatkan pemahaman untuk mengungkap kebenaran, sedangkan ilmu (science) menerapkan penimbangan untuk mengungkap pengetahuan.
0 Response to "Pokok-Pokok Filsafat Bab Kedua Mengenai Asal-Mula Filsafat"
Posting Komentar