Uu Ri Nomor 1 Tahun 2018 Wacana Kepalangmerahan

Berikut ini yaitu berkas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Kepalangmerahan. Download file format PDF.

 Berikut ini kutipan teks keterangan dari isi berkas Undang UU RI Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Kepalangmerahan
UU RI Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Kepalangmerahan

UU RI Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Kepalangmerahan

Berikut ini kutipan teks keterangan dari isi berkas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Kepalangmerahan:

Kepalangmerahan yaitu hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas kemanusiaan, lambang palang merah, atau hal lain yang diatur menurut konvensi.

Konvensi yaitu Konvensi Jenewa Tahun 1949 yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 wacana Ikut-Serta Negara Republik Indonesia dalam Seluruh Konpensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949.

Lambang Kepalangmerahan yaitu simbol Kepalangmerahan yang terdiri atas lambang palang merah dan lambang bulan sabit merah yang dilindungi menurut Konvensi.

Palang Merah Indonesia yang selanjutnya disingkat PMI yaitu perhimpunan nasional yang berdiri atas asas perikemanusiaan dan atas dasar sukarela dengan tidak membeda-bedakan bangsa, golongan, dan paham politik.

Penyelenggaraan Kepalangmerahan dilakukan oleh:
a. pemerintah; dan
b. PMI.

Penyelenggaraan Kepalangmerahan dilakukan dalam:
a. masa damai; dan
b. masa Konflik Bersenjata. 

Penyelenggaraan Kepalangmerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan menurut prinsip:
a. kemanusiaan;
b. kesamaan;
c. kenetralan;
d. kemandirian; 
e. kesukarelaan;
f. kesatuan; dan 
g. kesemestaan.

Negara Indonesia memakai lambang palang merah sebagai Lambang Kepalangmerahan.

Dalam penyelenggaraan Kepalangmerahan, lambang palang merah berfungsi sebagai:
a. Tanda Pelindung, dan 
b. Tanda Pengenal.

  1. Lambang palang merah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berbentuk: a. gambar palang dengan ketentuan panjang palang horizontal dan panjang palang vertikal berukuran sama berwarna merah di atas dasar putih; dan/atau b. kata-kata palang merah.
  2. Lambang palang merah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bab tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Lambang palang merah sebagai Tanda Pelindung dipakai oleh Satuan Kesehatan TNI pada masa Konflik Bersenjata.

Penggunaan lambang palang merah hanya dipakai oleh:
a. personel;
b. rohaniwan yang diperbantukan;
c. sarana transportasi kesehatan; dan 
d. akomodasi dan peralatan kesehatan, pada Satuan Kesehatan Tentara Nasional Indonesia.

Selain dipakai oleh Satuan Kesehatan Tentara Nasional Indonesia, Tanda Pelindung pada masa Konflik Bersenjata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sanggup dipakai oleh:
a. PMI yang diperbantukan pada Satuan Kesehatan Tentara Nasional Indonesia;
b. tenaga kesehatan sipil;
c. rumah sakit sipil; dan
d. sarana transportasi kesehatan sipil.

Penggunaan lambang palang merah sanggup dilakukan sehabis mendapat izin Panglima Tentara Nasional Indonesia.

Tata cara pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia.

Penggunaan Lambang palang merah sebagai Tanda Pelindung sanggup juga dipakai pada masa damai.

Tanda Pelindung yang dipakai oleh Satuan Kesehatan TNI serta selain Satuan Kesehatan TNI terdiri atas: a. kartu identitas; b. tanda pelindung dada; dan c. ban lengan, yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia.

Tanda Pelindung dipakai selama bertugas.

Bentuk dan tata cara penggunaan Tanda Pelindung ditetapkan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia.

Lambang palang merah sebagai Tanda Pengenal dipakai oleh: a. Satuan Kesehatan TNI pada masa damai; dan b. PMI pada masa tenang dan masa Konflik Bersenjata.

Lambang palang merah sebagai Tanda Pengenal pada masa tenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 sanggup dipakai oleh unit kesehatan non-PMI dalam fungsinya untuk pertolongan pertama secara temporer sehabis mendapat persetujuan tertulis dari Pengurus Pusat PMI.

  1. PMI memakai lambang palang merah sebagai Tanda Pengenal untuk mendukung: a. Kegiatan Kemanusiaan; dan b. penyebarluasan aturan humaniter internasional.
  2. Selain untuk mendukung aktivitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PMI memakai lambang palang merah sebagai Tanda Pengenal untuk sarana transportasi kesehatan serta barang proteksi lainnya yang diberikan kepada korban Konflik Bersenjata dan korban bencana.
  3. Lambang palang merah sebagai Tanda Pengenal dipakai sebagai tanda: a. keterlekatan; b. dekoratif, dan c. asosiatif. tanda asosiatif sanggup dipakai sehabis mendapat persetujuan tertulis dari Pengurus Pusat PMI.

Tanda Pengenal yang dipakai oleh Satuan Kesehatan TNI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 karakter a terdiri atas: a. identitas; b. ban lengan; dan/atau c. tanda lain, yang dikeluarkan oleh Panglima Tentara Nasional Indonesia.

Tanda Pengenal yang dipakai oleh PMI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 karakter b terdiri atas: a. kartu identitas; b. bendera PMI; dan c. tanda lain, yang dikeluarkan oleh Pengurus Pusat PMI.

Tanda Pengenal sanggup dipakai pada ketika terjadi kerusuhan atau gangguan keamanan, tetapi tidak mirip Tanda Pelindung.

Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanda Pengenal yang dipakai pada ketika terjadi kerusuhan atau gangguan keamanan diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Dalam masa damai, petugas Komite Internasional Palang Merah, petugas Federasi Internasional Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, serta perhimpunan nasional Kepalangmerahan negara lain yang dalam menjalankan tugasnya memakai Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal wajib membawa kartu identitas yang dikeluarkan oleh organisasinya masing-masing dan dikoordinasikan oleh PMI.

Dalam hal terjadi Konflik Bersenjata, para pihak yang terlibat dalam pertikaian wajib menghormati dan/atau memperlihatkan proteksi kepada objek yang memakai Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pelindung sesuai dengan ketentuan aturan humaniter internasional.

PMI bertugas:
  1. memberikan proteksi kepada korban Konflik Bersenjata, kerusuhan, dan gangguan keamanan lainnya;
  2. memberikan pelayanan darah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  3. melakukan pembinaan relawan,
  4. melaksanakan pendidikan dan training yang berkaitan dengan Kepalangmerahan;
  5. menyebarluaskan warta yang berkaitan dengan aktivitas Kepalangmerahan;
  6. membantu dalam penanganan tragedi alam dan/atau tragedi di dalam dan di luar negeri;
  7. membantu pemberian pelayanan kesehatan dan sosial; dan
  8. melaksanakan kiprah kemanusiaan lainnya yang diberikan oleh pemerintah.

Lambang PMI
  1. Lambang PMI berbentuk palang merah yang dilingkari garis merah berbentuk bunga melati berkelopak 5 (lima) di atas dasar putih.
  2. Bentuk lambang PMI tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bab tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Lambang PMI hanya dipakai oleh personel, unit pelaksana teknis, akomodasi dan peralatan kesehatan, bangunan, sarana transportasi kesehatan, serta sarana lain yang berkaitan dengan aktivitas PMI.
  1. Lambang PMI hanya sanggup dipakai oleh pihak lain untuk tujuan yang mendukung aktivitas Kepalangmerahan sehabis mendapat persetujuan Pengurus Pusat PMI.
  2. Dalam hal pihak lain memakai Lambang PMI bersama dengan logo atau merek suatu produk barang atau jasa untuk kepentingan mendukung aktivitas Kepalangmerahan, persetujuan diberikan sehabis memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Pengurus Pusat PMI.

PMI terdiri atas:
a. PMI Pusat;
b. PMI Provinsi;
c. PMI Kabupaten/kota; dan
d. PMI Kecamatan.

PMI Pusat berkedudukan di ibukota negara dan mempunyai wilayah kerja mencakup seluruh wilayah Republik Indonesia.

PMI Provinsi berkedudukan di ibukota provinsi mempunyai wilayah kerja mencakup wilayah provinsi.

PMI Kabupaten/kota berkedudukan di ibukota kabupaten/kota mempunyai wilayah kerja mencakup wilayah kabupaten/kota.

PMI Kecamatan sebagaimana berkedudukan di kecamatan mempunyai wilayah kerja mencakup wilayah kecamatan.

Ketentuan mengenai struktur organisasi, kepengurusan, unit pelaksana teknis, wewenang, tanggung jawab PMI, serta tata cara penggunaan lambang PMI ditetapkan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga PMI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kerja Sama dan Koordinasi
  1. Dalam melaksanakan kiprah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, PMI bekerja sama dan berkoordinasi dengan organisasi internasional dan organisasi nasional yang bergerak di bidang kemanusiaan serta instansi pemerintah terkait.
  2. Kerja sama dan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pendanaan PMI sanggup diperoleh dari:
a. kontribusi masyarakat yang tidak mengikat, dan
b. sumber dana lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain pendanaan Pemerintah Pusat dan Pemda sanggup memperlihatkan dukungan dana dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Pengelolaan pendanaan PMI dilaksanakan secara transparan, tertib, dan akuntabel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Pengelolaan pendanaan PMI diaudit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peran serta masyarakat dalam aktivitas Kepalangmerahan sanggup dilakukan dengan cara:
a. memperlihatkan proteksi tenaga, dana, fasilitas, serta sarana dan prasarana;
b. mengawasi aktivitas Kepalangmerahan;
c. memperlihatkan masukan terhadap kebijakan Kepalangmerahan; dan
d. memberikan warta dan/atau laporan penyalahgunaan lambang dan nama Kepalangmerahan.

Pemerintah Pusat, Pemda Provinsi, dan Pemda Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap aktivitas Kepalangmerahan.

Untuk meningkatkan kiprah serta masyarakat dalam penyelenggaraan Kepalangmerahan, pemerintah berkewajiban melaksanakan pembinaan terhadap orang perseorangan, kelompok orang, dan organisasi atau forum kemanusiaan lainnya yang terdaftar.

Dalam rangka pengawasan, Ketua Umum PMI melaporkan aktivitas Kepalangmerahan kepada Presiden paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau secara insidental.

Setiap Orang dihentikan memakai nama dan Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal atau Tanda Pelindung selain sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Setiap Orang dihentikan menyalahgunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal atau Tanda Pelindung dengan tujuan untuk memperoleh laba pribadi.

Setiap Orang dihentikan memakai nama dan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI sebagai merek suatu produk barang, jasa, atau nama suatu tubuh aturan tertentu atau organisasi tertentu dan/atau memakai Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI untuk reklame atau iklan komersial. 

Setiap Orang dihentikan menggandakan atau memakai nama dan Lambang Kepalangmerahan atau nama dan lambang PMI yang menurut bentuk dan warna, baik sebagian maupun seluruhnya sanggup menjadikan kerancuan dan kesalahpengertian terhadap penggunaan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI, kecuali lambang yang telah diatur dalam aturan internasional.

Setiap Orang yang dengan sengaja memakai nama dan Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal atau Tanda Pelindung dipidana dengan pidana penjara paling usang 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Setiap Orang yang menyalahgunakan nama dan Lambang Kepalangmerahan sebagai Tanda Pengenal atau

Tanda Pelindung dengan tujuan untuk memperoleh laba eksklusif dipidana dengan pidana penjara paling usang 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Setiap Orang yang memakai nama dan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI sebagai merek suatu produk barang, jasa, atau nama suatu tubuh aturan tertentu atau organisasi tertentu dan/atau memakai Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI untuk reklame atau iklan komersial dipidana dengan pidana penjara paling usang 10 (sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Selain pidana pokok yang dijatuhkan, pelaku sanggup dikenai pidana perhiasan berupa penarikan produk barang yang beredar dari peredaran.

Setiap Orang yang menggandakan atau memakai nama dan Lambang Kepalangmerahan atau nama dan lambang PMI yang menurut bentuk dan warna, baik sebagian maupun seluruhnya sanggup menjadikan kerancuan dan kesalahpengertian terhadap penggunaan Lambang Kepalangmerahan atau lambang PMI dipidana dengan pidana penjara paling usang 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pada ketika Undang-Undang ini mulai berlaku, penggunaan Lambang Kepalangmerahan yang telah dipakai oleh Setiap Orang yang tidak berhak menurut Undang-Undang ini wajib diganti dalam waktu paling usang 2 (dua) tahun terhitung semenjak Undang-Undang ini diundangkan. 

Pada ketika Undang-Undang ini mulai berlaku: a. perhimpunan PMI yang diakui dan ditunjuk sebagai satu-satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan palang merah di Republik Indonesia Serikat menurut Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1950 ditetapkan sebagai PMI menurut Undang-Undang ini; b. PMI menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya menurut Undang-Undang ini.

Organisasi kemanusiaan lain tetap sanggup melaksanakan Kegiatan Kemanusiaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pada ketika Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur Kepalangmerahan, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling usang 1 (satu) tahun terhitung semenjak Undang-Undang ini diundangkan.

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan Di Jakarta, Pada Tanggal 9 Januari 2018
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd.
JOKO WIDODO

Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 9 Januari 2018
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, 
Ttd. YASONNA H. LAOLY

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 4 

Salah satu tujuan pembangunan nasional yang tercantum dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia. Salah satu cara yang sanggup dipakai untuk mendukung ketertiban dunia yaitu melalui penyelenggaraan Kepalangmerahan, baik di dalam maupun di luar negeri. Penyelenggaraan Kepalangmerahan merupakan salah satu pelaksanaan perikemanusiaan yang adil dan beradab, wajib mendapat pelindungan. Pelindungan tersebut, terutama untuk menjamin penggunaan Lambang Kepalangmerahan oleh pihak-pihak yang melaksanakan penyelenggaraan Kepalangmerahan.

Secara internasional, Konvensi Jenewa telah memutuskan tanda pembeda yang dipakai oleh para petugas penolong korban peperangan, yaitu dalam: a. Konvensi Jenewa I Tahun 1949; b. Konvensi Jenewa II Tahun 1949; c. Protokol Tambahan I Tahun 1977; d. Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX Tahun 1965; dan e. Hasil kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional Tahun 1991. 

Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah diratifikasi oleh kurang lebih 192 negara, termasuk Indonesia melalui pengesahan Konvensi Jenewa Tahun 1949 dengan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 wacana Ikut-Serta Negara Republik Indonesia dalam Seluruh Konpensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949. Konvensi tersebut tidak memperlihatkan pengakuan terhadap peperangan, tetapi untuk memutuskan ketentuan yang harus ditaati oleh negara-negara untuk mengurangi penderitaan jawaban perang.

Pengaturan penggunaan Lambang Kepalangmerahan dalam sebuah Undang-Undang merupakan salah satu kebutuhan aturan masyarakat yang mendesak untuk diimplementasikan alasannya yaitu pada ketika ini penggunaan Lambang Kepalangmerahan di Indonesia rancu dan tidak sanggup dipastikan bahwa lambang tersebut sebagai tanda pembeda bagi petugas dan sarana relawan kemanusiaan tertentu sebagaimana telah ditetapkan oleh Konvensi Jenewa Tahun 1949.

Perlunya pertimbangan untuk memakai satu lambang sesuai dengan bakteri pertemuan pertemuan Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-20 di Wina Tahun 1965 dan direvisi oleh Dewan Delegasi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah di Budapest Tahun 1991. Kedua pertemuan telah menghasilkan pengaturan penggunaan lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah oleh Perhimpunan Nasional (Regulation on the Use of Emblem of the Red Cross or the Red Crescent by the National Societies).

Penyelenggaraan Kepalangmerahan menurut Konvensi dilaksanakan oleh PMI. Perhimpunan PMI yang diakui dan ditunjuk sebagai satu-satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan palang merah di Republik Indonesia Serikat menurut Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1950 ditetapkan sebagai PMI menurut Undang-Undang ini dan menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya menurut Undang-Undang ini. Dalam penyelenggaraan Kepalangmerahan, Pemerintah Pusat dan Pemda melaksanakan koordinasi dan melindungi terhadap penyelenggaraan Kepalangmerahan yang dilaksanakan oleh PMI.

    Download UU RI Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Kepalangmerahan

    Selengkapnya mengenai susunan dan isi berkas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Kepalangmerahan ini silahkan lihat dan unduh pada link di bawah ini:

    UU RI Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Kepalangmerahan



    Download File:
    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Kepalangmerahan..pdf

    Demikian yang sanggup kami sampaikan mengenai keterangan berkas dan share file Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Kepalangmerahan. Semoga sanggup bermanfaat.

    0 Response to "Uu Ri Nomor 1 Tahun 2018 Wacana Kepalangmerahan"

    Posting Komentar