Pasal 156
(1) Dalam hal terdakwa atau penasihat aturan mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak sanggup diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah dan sudah diberi peluang ketepat di penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.
(2) Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka masalah itu tidak diperiksa lebih .lanjut, sebaliknya dalam hal tidak diterima atau hakim beropini hal tersebut gres sanggup diputus setelah dan sudah tamat pemeriksaan, maka sidang dilanjutkan.
(3) Dalam hal penuntut umum berkeberatan terhadap keputusan tersebut, maka Ia sanggup mengajukan perlawanan ketepat di pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri yang bersangkutan.
(4) Dalam hal perlawanan yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukumnya diterima oleh pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari, pengadilan tinggi dengan surat penetapannya membatalkan putusan pengadilan negeri dan memerintahkan pengadilan negeri yang berwenang untuk menyelidiki masalah itu.
(5) a. Dalam hal perlawanan diajukan bersama-sama dengan seruan banding oleh terdakwa atau penasihat hukumnya ketepat di pengadilan tinggi, maka dalam waktu empat belas hari semenjak ia mendapatkan masalah dan membenarkan perlawanan terdakwa, pengadilan tinggi dengan keputusan membátalkan putusan pengadilan negeri yang bersangkutan dan menunjuk pengadilan negeri yang berwenang;
b. Pengadilan tinggi memberikan salinan keputusan tersebut ketepat di pengadilan negeri yang berwenang dan ketepat di pengadilan negeri yang semula mengadili masalah yang bersangkutan dengan disertai berkas masalah untuk diteruskan ketepat di kejaksaan negeri yang telah dan sudah melimpahkan masalah itu.
(6) Apabila pengadilan yang berwenang berdasarkan hasil kesimpuan dimaksud dalam ayat (5) berkedudukan di tempat aturan pengadilan tinggi lain maka kejaksaan negeri mengirimkan masalah tersebut ketepat di kejaksaan negeri dalam tempat aturan pengadilan negeri yang berwenang di tempat itu.
(7) Hakim ketua sidang di akibatkan jabatannya walaupun tidak ada perlawanan, setelah dan sudah mdndengar pendapat penuntut umum dan terdakwa dengan surat penetapan yang memuat lantaran sanggup menyatakán pengadilan tidak berwenang.
Pasal 157
(1) Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari mengadili masalah tertentu apabila ia terikat kekerabatan keluarga sedarah atau Semenda hingga derajat ketiga, kekerabatan suami atau isteri meskipun sudah bercerai dengan hakim ketua sidang, salah seorang hakim anggota, penuntut umum atau panitera.
(2) Hakim ketua sidang, hakim anggota, penuntut umum atau panitera wajib mengundurkan diri dari menangani masalah apabila terikat kekerabatan keluarga sedarah atau semeñda hingga derajat ketiga atau kekerabatan suami atau isteri meskipun sudah bercerai dengan terdakwa atau dengan penasihat hukum.
(3) Jika dipenuhi ketentuan ayat (1) dan ayat (2) mereka yang mengundurkan diri harus diganti dan apabila tidak dipenuhi atau tidak diganti sedangkan masalah telah dan sudah diputus, maka masalah wajib segera diadili ulang dengan susunan yang lain.
Pasal 158
Hakim tidak boleh menawarkan perilaku atau mengeluarkan pernyataan di sidang sehubungan iktikad mengenai salah atau tidaknya terdakwa.
Pasal 159
(1) Hakim ketua sidang selanjutnya meneliti apakah semua saksi yang dipanggil telah dan sudah hadir dan memberi perintah untuk mencegah jan cubo cubo hingga saksi bekerjasama satu dengan yang lain sebelum memberi keterangan di sidang.
(2) Dalam hal saksi tidák hadir, meskipun telah dan sudah dipanggil dengan sah dan hakim ketua sidang memiliki cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi itu tidak akan mau hadir, maka hakim ketua sidang sanggup memerintahkan biar saksi tersebut dihadapkan ke persidangan.
Pasal 160
(1) a. Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang berdasarkan urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah dan sudah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum;
b. Yang pertama-tama didengar keterangannya yaitu korban yang menjadi saksi;
c. Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan masalah dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat aturan atau penuntut umum selamã berIangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusán, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.
(2) Hakim ketua sidang menanyakan ketepat di saksi keterangan sehubungan nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan, selanjutnya apakah ia kenal terdakwa sebelum terdakwa melaksanakan perbuatan yang menjadi dasar dakwaan serta apakah ia berkeluarga sedarah atau semenda dan hingga derajat keberapa dengan terdakwa, atau apakah ia suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau terikat kekerabatan kerja dengannya.
(3) Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau komitmen berdasarkan cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan menyajikan keterangan yang bahu-membahu dan tidak lain daritepat di yang sebenarnya.
(4) Jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau andal wajib bersumpah atau berjanji setelah saksi atau andal itu tamat memberi keterangan.
0 Response to "Kuhap Pasal 156, Pasal 157, Pasal 158, Pasal 159 Dan Pasal 160 Lengkap"
Posting Komentar